sebuah diskusi yang sangat menarik dan sekali lagi membuktikan bahwa JIL memang kumpulan orang-orang yang betul-betul memiliki otak dan pengetahuan. Kelihatan sekali dari cara penulisannya, JIL memadukan pengetahuannya akan agama dan kitab suci dengan pengetahuannya akan bidang-bidang lain. Beda sekali kalau yang mengulas adalah orang-orang yang hanya mumpuni kitab suci tapi nggak pernah baca koran dan nonton CNN serta Aljazeera. Dikit-dikit haram, dikit-dikit masuk neraka, belum apa-apa sudah langsung memvonis itu tidak sesuai dengan sunah dll.
Sepanjang sepengetahuan saya seperti yang pernah diulas oleh Dr Christianto Wibisono, direktur PDBI (pusat Data Bisnis Indonesia), kapitalisme murni sudah tidak ada lagi riwayatnya semenjak pertengahan abad ke 19. Sosialisme pun sudah nyungsep seiring dengan ambruknya Uni Soviet, tinggal China yang masih malu-malu kucing mengakui kapitalisme. Saya cenderung mengatakan bahwa sistem ekonomi campuranlah yang ada saat ini. Kita lihat, pemerintah Amerika akhirnya harus turun gunung menyelamatkan AIG, Citibank, General Motor dll. Artinya bahwa invicible hands akan bekerja dengan sendirinya dalam sistem kapitalis, sebenarnya nggak ada, karena tanpa campur tangan pemerintah, invicible hands itu juga suatu saat akan kesulitan bergerak.
Bagi kelompok muslim sudah saatnya mengkaji dari sudut pandang lain, jangan semata-mata memandang suatu masalah dari sudut pandang agama, karena seperti apa yang pernah dikatakan seorang tokoh NU dalam wawancara di Voice of Amerika, didunia ini terlalu banyak masalah yang tidak bisa semata-semata harus dipandang dalam persfektif agama. Pandangan dari tokoh-tokoh JIL adalah sangat ideal menurut ukuran saya, mereka memandangnya dari dua sudut yaitu dari sudut agama dan dari sudut keilmuan.
Kadang kita sebagai umat muslim terlalu doyan dengan politik bendera atau label. Kita begitu mudahnya memberi label haram atas suatu sistem lalu begitu sistem yang haram itu dibungkus dengan baju islam, dengan bangga kita mengatakan bahwa inilah yang islami. Padahal isinya sama saja!!! Mau bukti?
Saya kebetulan berlatar belakang bankers, menurut pendapat saya sistem syariah yang digembar gemborkan dalam sistem perbankan syariah di Indonesia, kalau kita mau jujur semuanya bohong besar. Coba analisa dengan jujur apa yang membedakan sistem perbankan konvensional dengan sistem perbankan syariah di Indonesia? Mau bilang bagi hasil bagaimana kalau toh debitur tetap harus bayar sekalipun usahanya mengalami kerugian?
Tetangga saya seorang haji yang sangat rajin meminjamkan uang dengan bunga super tinggi, memberi nama bunga yang diterimanya itu dengan istilah dalam bahasa arab yang saya kagak ngerti. Dengan bangganya dia mengatakan bahwa itu bukan riba. Jadi sebenarnya kita sebagai umat muslim harus berani jujur dan menghilangkan kebiasaan kita menjual minyak babi dalam kaleng yang diberi cap minyak onta!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar