Sabtu, 11 April 2009

Komen Ibnu Khaldun

Setahu saya, satu-satunya terjemahan ke bahasa Indonesia yang paling lengkap atas Muqaddimah karya Ibn Khaldun ini hanya dilakukan oleh saudara Ahmadi Thoha (nama sebetulnya Ahmadie Thaha).

Saya pernah mendengar cerita darinya bagaimana susahnya dia menerjemahkan buku klasik ini selama bertahun-tahun sejak dia di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan hingga pengembaraannya di Yogya. Jadi, saya agak heran kalau dikatakan terjemahannya disebut terjemahan “komersial”, apalagi buku seperti ini agak susah juga dijualnya. Dan saya tahu dari dia bahwa karya terjemahannya tidaklah “dijual” kepada penerbit, melainkan dia menerima royalti dari hasil penjualan bukunya yang dijual sangat murah bila dibanding ketebalannya. Karena itu, tolonglah Mas Ulil sedikit agak memberi simpati kepada usaha-usaha penerjemahan seperti ini. Jangan malah dikatakan “komersial” segala, yang kedengarannya seperti sinistis dan negatif begitu.
-----

Posted by ahmad gabink on 01/30 at 12:02 AM

subsistensi masyarakat ternyata telah di kaji oleh Ibnu Khaldun beberapa abad yang lalu. kajian tentang subsistensi ini masih sangat jarang di lakukan di Indonesia khususnya dan di masyarakat Islam pada umumnya. subsistensi, dalam kajian ekonomi, sangat berkaitan dengan pola-pola kehidupan masyarakat, termasuk dalam pola beragama, nilai-nilai, tingkat kepatuhan, tingkat perkembangan dan lain sebagainya,..

para ahli sekarang membedakan tingkat subsistensi menjadi dua yaitu masyarakat subsisten dan masyarakat modern. masyarakat subsisten lebih memiliki kecenderungan dan orientasi kehidupan pada gawang subsistensinya. sedangkan pada masyarakat modern dapat dikatakan telah menyelesaikan problem tantangan pemenuhan subsistensi mereka sehingga lebih mengarah ke arah perkembangan lain seperti misalnya investasi dan menabung. pada masyarakat subsisten sendiri sering dibedakan menjadi beberapa kelas, yaitu masyarakat berburu dan meramu, masyarakat berladang, dan masyarakat agraris susbsisten, masing-masing memiliki kecenderungan dalam pola subsistensi mereka.

sebagai ilustrasi masyarakat subsisten adalah pada cerita berikut ini: sebuah perusahan multinasional di Papua, menghadapi masalah yang sangat mendalam dalam kaitannya dengan karyawan yang diambil oleh masyarakat sekitar. hal tersebut dikarenakan setelah menerima gaji yang relatif besar setelah bekerja selama satu bulan, dan penghasilan selama satu bulan tersebut diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan selama enam bulan, maka karyawan tersebut selama enam bulan berikutnya tidak mau lagi bekerja karena sudah memiliki uang yang cukup untuk hidup selama enam bulan ke depan,…

ilustrasi tersebut merupakan gambaran yang ekstrim dalam kultur masyarakat subsisten, meskipun kecenderungan tersebut seringkali masih dilakukan oleh masyarakat modern pada saat sekarang dengan bentuk yang berbeda. sebagian besar masyarakat Islam pada saat sekarang masih terlelap dalam budaya-budaya subsisten, meskipun dengan derajat yang berbeda-beda. oleh karena itu, pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah seringkali tidak berhasil, karena sebetulnya tidak menyentuh akar-akat budaya subsistensi,..pemberian tambahan modal, atau modal usaha hanya dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan subsistensi bukannya untuk memeperkuat struktur penopang subsistensi sehingga dapat meloncat dari himpitan subsistensi.

oleh karena itu pada saat sekarang masih sangat relevan ketika mengkaji kembali tentang aplikasi-aplikasi ajaran agama dalam dimensi pemahaman subsistensi. hal tersebut misalnya dalam zakat, hutang piutang, kredit dsb,..semoga tulisan kami bermanfaat, Amiin

Posted by fashihullisan on 01/23 at 01:02 AM

Saya sangat apresiatif sekali dengan Muqoddimah nya Ibnu Khaldun, dan saya sependapat dengan Sdr. Muqoffa bahwa karya ini memang begitu dahsyat bahkan begitu dahsyatnya buku beliau itu nyaris saya jadikan satu-satunya referensi saya tentang materi sosiologi dan antropologi peradaban manusia. Tak pelak lagi karya beliau ini merupakan satu-satunya buku yang menghadirkan pencerahan, ketika pada masanya perkembangan pemikiran islam mandeg, ketika para intelektual pada masa itu hanya sibuk dengan tradisi men-syarah-kan dan memberi “hasyiah"(komentar) pada kitab2 fiqih ulama - ulama dulu tanpa mampu untuk membuat kitab-kitab yang menyegarkan. Ibnu Khaldun datang dengan Mukaddimahnya dan saya kira usaha beliau ini bukan hanya melebihi ulama pada masanya juga ulama - ulama sebelumnya. Sehingga bisa saya sejajarkan usaha kreatif beliau ini dengan Imam Syafi’i untuk bidang Fiqih, Imam Al-Ghazali untuk bidang penyatuan antara fiqih dg Tasawuf dan Imam Bukhari untuk bidang penelitian hadits.

Posted by Iki Susnengtiko on 01/20 at 10:01 PM

Mas Ulil, trima kasih. Ini artikal sampean yang paling saya suka. Menjelaskan warna sejarah yang positif untuk bekal kita bersama. Pemaknaan yang luar biasa ibn Khladun tentang kepemimpinan dari quraish sangat saya sepakati. yakni bahwa , bukan semata- mata Quraish yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin, tetapi kualitas semacam Quraish lah yang menghantarkannya layak jadi pemimpin. Universalitas pemikiran ini yang antara lain membawa kita pada kesimpulan, bahwa selamanya tafsir terhadap ajaran agama adalah hal yang niscaya. wasalam

Posted by Yusuf Suharto on 01/18 at 09:02 PM

saya juga pengemar berat Ibnu Khaldun,akan tetapi Ibnu Khaldun ada teori yang salah dalam urutan pembagian musim di Belahan bumi, sehingga dihubungkan dengan warna kulit dan jenis makanan. Ibnu khaldun mendidik kita terutama Muslim untuk memahami bahwa peradaban bisa dibangun dengan memanfaatkan peradaban yang telah ada. Kita bisa memanfaatkan demokrasi untuk memajukan peradaban Islam misalnya, Bagaimana Islam maju di Persia karena peradaban Persia sudah maju dahulu. Akan tetapi pencarian konsep kepemimpinan yang sangat bagus yang mempunyai jiwa badawiyah(Baduwi) dengan ciri,tegas, jujur, kepahlawanan, ekspansif, konsisten memang manjadi masalah sendiri apabila mengikuti kompas yang ditunjukkan oleh Ibnu Khaldun.

Mas Ulil, Ibnu Khaldun sesungguhnya ingin memberi semacam blue print cara mengembalikan kejayaan Islam bagi generasi Islam selanjutnya, karena Ibnu Khaldun sudah tahu proses kemunduran peradaban pun memakan waktu yang lama. Saya lebih tertarik dengan konsep kepemimpinan yang badawiyah yang meng_"Quraisy"- yang akan menggerakkan peradaban Islam kembali selain konsep “ kemampuan pertukangan , kedokteran dan bidang yang menurut Ibnu Khaldun sangatlah penting”. Saya akui saya belum pernah membaca buku karangan sarjana Muslim sedahsyat ini setelah Ihya’ ‘ulumuddin-nya Al Ghozali. Ibnu Khaldun adalah manusia jenius yang meninggalkan pemikiran yang brilian bagi Pelajar Muslim bahkan mungkin 2000 tahun ke depan.

Tidak ada komentar: