Selasa, 04 Agustus 2009

Provokasi Umat



Oleh: Tifatul Sembiring
(Presiden Partai Keadilan Sejahtera)

Dua ledakan bom terjadi di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott, memecah ketenangan Jakarta di pagi Jum'at, 17 Juli itu. Darah pun kembali tumpah. Sembilan orang meninggal dunia dan sekitar 60-an orang luka-luka. Astaghfirullah , provokasi apalagi ini?

Ummati... ummati... , kata Rasulullah SAW dengan suaranya yang lirih, saat-saat maut akan menjemput, beliau masih saja mengingat umatnya. Mungkin, ada hal-hal tertentu yang sedang beliau bincangkan dengan Jibril atau ada nubuwwah yang sedang diperlihatkan Allah SWT hingga beliau sangat mengkhawatirkan keadaan masa depan umat Islam. Itulah ucapan beliau menjelang detik-detik wafatnya.

Sebelumnya, Nabi SAW juga pernah memberikan wasiat panjang. Di kala hajjataul wada , beliau berpesan agar umat Islam berpegang erat kepada dua pedoman, yaitu Alquran dan sunah. Dan, agar menjaga tali persaudaraan sesama kaum Muslim. Atau, barangkali beliau terkenang kembali kepada peristiwa perang Uhud, kekalahan yang memilukan, di mana 70 orang pasukan kaum Muslim mati syahid. Termasuk, paman beliau yang sangat beliau cintai, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.

Peristiwa ini direkam dalam surah Ali Imran ayat 153, di mana Allah SWT menegaskan pelajaran berharga, apa yang terjadi dan apa akibatnya manakala kaum Muslim berselisih dan bertengkar. Kemenangan yang telah diraih pada tahap pertama justru berbalik menjadi kekalahan. Ini disebabkan pasukan pemanah yang ditugaskan oleh Nabi SAW untuk tetap berada di Jabal Rumah (bukit Panah) malah berselisih paham. Sebagian besar malah turun dari atas bukit itu akibat dipancing tentara Quraisy dengan menebarkan barang-barang berharga di tengah jalan. Akibatnya, pasukan kaum Muslim kehilangan kunci pertahanannya.

Setelah Rasulullah wafat, apa yang beliau khawatirkan ternyata menjadi kenyataan. Munculnya hal-hal, seperti nabi palsu Musailamah al-Kadzab juga terjadi harbu riddah, ialah memerangi orang-orang murtad yang menolak membayar zakat. Bahkan, peristiwa lebih parah terjadi di masa Ali bin Abi Thalib, yaitu perang dengan Mu'awiyyah yang dikenal dengan perang Siffin di mana 80.000 Muslim menjadi korban. Ini adalah kejadian paling gelap dalam sejarah Islam karena perang saudara.

Bila kita tarik garis melewati ruang dan waktu, tentu kita bisa mengambil pelajaran bagaimana provokasi-provokasi itu bisa masuk ke tengah-tengah umat meskipun sudah diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam kasus Irak, misalnya, bagaimana Syiah menyerang Sunni dan Sunni menyerang Syiah. Ribuan korban telah berjatuhan. Berkali-kali mereka melakukan hal demikian, padahal musuh mereka adalah sang penjajah Amerika.

Hal yang sama terjadi pada kasus Palestina. Fatah menyerang Hamas dan Hamas menyerang Fatah, padahal musuh mereka adalah zionis Israel. Ini tidak terlepas dari provokasi para penjajah Yahudi atau Amerika. Demikian pula yang dialami kaum Muslim Uighur di Xinjiang. Mereka layak dibela karena mereka diperlakukan secara diskriminatif, yang sejarahnya dulu dianeksasi dari Turkistan (1955). Pemerintah Cina juga mengecap Muslim Uighur sebagai Wahabi, persis seperti istilah yang sering diungkapkan oleh Badan Intelijen Amerika atau yang disebut George Bush dalam pidato-pidatonya. Jadi, manakala umat Islam lemah hingga imunitasnya menurun; para provokator akan segera masuk dan menyelinap ke tengah-tengah umat. Padahal, jelas Allah SWT mengingatkan, In jaa akum fasiqun binabain fatabayyanuu (Jika datang kepada kalian orang fasik membawa berita, cek dan riceklah oleh kalian). (QS 49: 6).

Kelemahan ini muncul karena kita tidak memiliki sistem informasi yang memadai, membuat seseorang mudah menimpakan tuduhan kepada saudaranya secara serampangan. Kisah sebab turunnya ayat di atas adalah ketika beberapa sahabat diutus Rasulullah SAW untuk menarik zakat dari sebuah negeri. Menjelang perbatasan negeri tersebut, tiba-tiba ada sepasukan berkuda yang mendatangi mereka. Karena salah paham, para sahabat ini berbalik ke arah Madinah karena menyangka akan diserang. Lalu, mereka melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah SAW. Sehingga, beliau pun merasa prihatin.

Namun, tak lama kemudian, datanglah utusan dari negeri tersebut. Utusan ini menjelaskan bahwa pasukan mereka justru ingin menyambut kedatangan para sahabat dan bukannya hendak menyerang. Lalu, turunlah ayat tentang tabayyun (cek dan ricek) tadi. Oleh sebab itu, ketika kita menerima berita, hendaklah mengecek terlebih dahulu berita tersebut sehingga umat tidak terprovokasi. Di negeri tercinta ini, Pemilu 2009 telah berlangsung dengan lancar. Dalam pilpres, seluruh calon adalah Muslim, tentunya dengan kualitas masing-masing. Berbagai kekuatan politik merapat membentuk koalisi-koalisi dan ini sah-sah saja secara perundang-undangan.

Namun, yang memprihatinkan kita adalah sekelompok orang yang mengaku ulama, berpenampilan ulama, dan aktif memprovokasi umat. Bukannya menenteramkan malah ngipasi . Dalam hati saya, '' Mbah Yai, kalau memang tidak tahan atau bernafsu sekali berpolitik, sebaiknya bikin partai saja, lebih fair kan ? Daripada seperti main karambol dan umat pun kurang terurus.'' Walhasil, fatwa-fatwa mereka pun ternyata tidak diikuti oleh pengikutnya.

Seorang ahli zikir saya ingatkan agar tidak usah bergabung dengan urusan pilpres ini, " Akhi , pilpres ini hanya tiga bulan, zikir antum masih panjang."Jawabannya simpel, ''Siap, Bang . Insya Allah, saya netral.'' Alhamdulillah. Kita juga menyaksikan bagaimana fitnah-fitnah banyak bertebaran di media. Informasi-informasi yang menyesatkan dan mengeruhkan suasana disebar melalui SMS. Ini bukanlah bentuk upaya-upaya konstruktif dan mencerdaskan umat. Hal ini tentu amat kita sayangkan. Berapa banyak sumber daya bangsa yang akhirnya terbelanjakan sia-sia karena efek provokasi tersebut. Penulis termasuk yang mengalami hal destruktif di atas ketika sebuah media menyajikan secara tidak utuh suatu wawancara sehingga pembaca bisa sampai pada kesimpulan yang misinterpretasi . Apalagi, dibumbui dan di-SMS ke mana-mana sehingga penulis dianggap telah melecehkan jilbab. Astaghfirullah !

Kejadian terakhir, kita dikejutkan oleh peristiwa tragis bom di kawasan Kuningan Jakarta. Sebentar lagi, dapat kita duga akan ada yang menuding bahwa kelompok Islam-lah yang melakukan pengeboman tersebut. Demikianlah adanya bila kita terus sibuk bertengkar sesama umat. Musuh-musuh bangsa justru memanfaatkan kelengahan dan kelemahan tersebut untuk memperkeruh suasana sehingga membawa dampak yang merugikan bagi bangsa dan negara. Inilah provokasi baru.

Adalah sebuah realitas bahwa akhir-akhir ini negara-negara lain memiliki pertumbuhan ekonomi yang negatif, sementara Indonesia sebaliknya, bergerak naik, sehingga investasi mengalir deras ke Indonesia. Sebagai sebuah kemungkinan modus, boleh saja dipertimbangkan dugaan adanya keinginan kelompok tertentu untuk memurukkan citra Indonesia dan mendiskreditkan pemerintah. Buktinya, para turis, investor, dan orang yang akan bertandang ke Indonesia mulai berhitung. Bahkan, rencana MU untuk laga tanding di Indonesia langsung dibatalkan.

Sebelum kita menuduh siapa-siapa, sebelum para pengamat memberikan analisisnya, please , jangan provokasi lagi umat ini. Pandangan Islam tentang terorisme jelas, waman yaqtul mu'minan muta'amidan fajazaa uhu jahannam khalidan fiiha (Dan, siapa yang membunuh satu orang beriman dengan sengaja, baginya neraka jahanam dan kekal di dalamnya). (QS 4: 93).

Oleh sebab itu, sekali lagi, janganlah kita menjadi provokator umat ini. Marilah kita saling mengingatkan tawashau bil haq tawashau bishshobr , untuk tidak terprovokasi. Bila ada berita-berita yang tidak jelas, seyogianya kita mengecek dan ricek kebenarannya. Terkait validitas informasi, sahabat saja ada yang sampai disebut sebagai fasik oleh Allah SWT ketika tidak memerhatikan kebenaran berita. Wallahua'lam bishawwab .

Tidak ada komentar: