Jumat, 18 Desember 2009

'Cak Nur tak Mudah Dipahami'


'Cak Nur tak Mudah Dipahami'ISTIMEWA

Almarhum Dr. Nurcholish Madjid

JAKARTA--Almarhum Nurcholish Madjid atau akrab disapa Cak Nur adalah salah satu dari sedikit intelektual publik Indonesia kontemporer yang dari sudut pemikiran dan praksis, sangat kompleks.

''Cak Nur memang berangkat sebagai aktivis dan pemikir Muslim. Tetapi dalam perjalanan karir intelektual dan sosialnya, Cak Nur tidak terkungkung dalam batas-batas keagamaan. Dia adalah seorang pemikir, aktivis, pemimpin dengan akseptabilitas sangat luas melampaui demarkasi keagamaan, sosial, politik dan seterusnya,'' tegas Azyumardi Azradalam Seminar bertajuk 'Islam dan Masyarakat: Dasar-dasar Pemikiran Politik Islam Indonesia Kontemporer di kampus UIN Jakarta, Senin (14/12).

Diakui Azyumardi bahwa kompleksitas pemikiran dan praksis Cak Nur umumnya sering tidak dipahami baik oleh kalangan masyarakat, khususnya lingkungan Muslim tertentu.

''Tidak jarang, ketidak atau kekurangpahaman tersebut karena sifat alamiah para intelektual seperti Cak Nur memang tidak mudah dipahami,'' kata Azyumardi.

Apalagi menurutnya, bila intelektual tersebut tidak mengurung dirinya dalam sekat-sekat sosio-intelektualisme sempit, tetapi sebaliknya mengungkapkan pemikiran, wacana dan gagasan ke depan publik.


Azyumardi menilai, pemikiran Cak Nur tentang 'sekularisasi yes, sekularisme no' pastilah merupakan salah satu dari kerangka pemikiran Cak Nur yang paling kontroversial.

''Yang sampai sekarangpun masih digugat kalangan yang 'keras' terhadap Cak Nur. Mereka, singkatnya, memandang pemikiran Cak Nur ini sangat berbahaya. Bukan hanya bagi Islam sebagai sebuah agama, namun juga mengancam masa depan Islam dan kaum Muslimin dalam politik kebangsaan-kenegaraan Indonesia,'' papar Azyumardi.

Ia menambahkan, pemikiran, wacana dan gagasan Cak Nur tentang 'Islam yes, partai Islam no', bisa juga dipastikan sangat kontroversial bagi sebagian kalangan Muslim. '

'Penolakan Cak Nur pada partai Islam tidak lain muncul dari keprihatinan intelektualnya pada perpecahan politik Islam pasca kemerdekaan yang menimbulkan berbagai dampak negatif dalam kehidupan sosial politik umat Islam," katanya.

"Pada saat yang sama, masing-masing partai Islam tersebut mengklaim sebagai mewakili Islam. Padahal tidak lebih daripada mewakili partai masing-masing atau bahkan elit kepemimpinan partai Islam yang bersangkutan,'' tegasnya.

Sementara menurut Dekan Fisip UIN, Bahtiar Effendy, Cak Nur dapat dianggap sebagai contoh //par excellence// pengguna ilmu-ilmu sosial dalam melihat berbagai peristiwa yang menyangkut posisi sosial keagamaan dan politik umat Islam di tanah air.

Menurut Bahtiar, ini dapat dilihat dari perjalanan awal intelektual Cak Nur. Seperti tulisan-tulisannya mengenai prinsip-prinsip Islamisme, modernisasi, rasionalisasi dan keharusan pembaharuan Islam.

Ini menunjukkan jelas pentingnya ilmu-ilmu sosial sebagai kerangka untuk memahami berbagai masalah sosial keagamaan dan politik Islam.

''Cak Nur menggunakan konsep 'desakralisasi' atau 'sekularisasi' untuk memudahkan kita memahami Islam dalam kerangka struktur sosial-budaya, ekonomi dan politik masyarakat Indonesia,'' kata Bahtiar. osa/itz

Tidak ada komentar: