KAIRO--Pernyataan Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy, soal pelarangan burqa menuai pro dan kontra. Para pemimpin Muslim di Inggris yang tergabung dalam Muslim Council of Britain (MCB), mengingatkan bahwa ucapan Sarkozy soal pelarangan burqa berisiko memicu permusuhan terhadap Islam. Sementara sebagian ulama justru menganggap kebijakan Sarkozy tersebut sebagai kewajaran dan itu merupakan haknya sebagai kepala negara.
Burqa merupakan pakain wanita yang terdiri dari gaun panjang yang membalut seluruh tubuh dan menutup seluruh wajah seorang wanita Muslim yang mengenakannya. Dari 5 juta Muslim yang ada di Perancis, sekitar 100 ribu perempuan Muslim mengenakan burqa.
"Burqa tak bisa diterima di Perancis karena tak sesuai dengan nilai-nilai Perancis." Demikian penegasan yang dilontarkan Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy, kepada para anggota parlemen di Versailes, Senin (22/6).
''Di negara ini, kita tak bisa menerima perempuan terpenjara di balik sebuah layar, tersisih dari semua kehidupan sosial, dan tercerabut semua identitasnya. Burqa bukanlah simbol religius tapi penindasan,'' lanjut Sarkozy.
Menurut MCB, yang memayungi 500 lembaga Islam di Inggris, pernyataan Sarkozy bahwa burqa merupakan bentuk penindasan terhadap perempuan merupakan pernyataan ofensif. Lembaga ini juga berharap Sarkozy berhenti menjalankan politik yang memecah Muslim di Perancis.''
Berbeda dengan MCB, Grand Syekh Al-Azhar, Muhammad Sayyid Thanthawi, pemegang pucuk pimpinan tertinggi lembaga keislaman Al-Azhar Mesir justru mengatakan bahwa apa yang dikatakan Sarkozy merupakan haknya sebagai pemimpin sebuah negara, dan tidak ada hubungannya dengan orang-orang di luar negaranya.
"Itu adalah kebijakan dan urusan dalam negeri orang lain, dalam hal ini adalah Perancis. Dalam keadaan darurat dan tertentu, seorang Muslim dan Muslimah yang hidup di negeri Barat, misalnya, bolehlah bagi mereka untuk mengikuti undang-undang yang berlaku di negeri tersebut," demikian ungkap Thanthawi.
Para Muslimah yang memakai cadar di Perancis termasuk ke dalam kaidah tersebut. Mereka pun diperbolehkan untuk melepas cadarnya untuk mentaati undang-undang negara orang lain yang mereka tinggali.
Ditambahkan oleh Thanthawi, cadar dan burqa tidaklah termasuk ke dalam bab wajib bagi Muslimah. Hukum cadar dan burqa lebih kepada mubah. Jika mereka hendak mengenakan, maka kenakanlah, dan jika tidak, maka tak ada masalah. Hal ini berbeda dengan jilbab, yang hukumnya wajib bagi para Muslimah dan tidak boleh dilepas karena alasan apa pun.
Pendapat Thanthawi juga disepakati oleh Kementrian Wakaf Mesir, yang menetapkan pelarangan memakai cadar bagi para pegawai di lembaga tersebut.
Syekh Al-Azhar juga menekankan bahwa umat Islam yang berada di Perancis rata-rata merupakan pendatang (kebanyakan dari Arab dan Turki) di negeri tersebut, jadi mereka adalah tamu di sana. Sebagai tamu sudah selayaknya mengindahkan aturan-aturan yang dimiliki tuan rumah. Berbeda jika mereka hidup di Arab, di negeri dan rumah asal mereka sendiri. Sarkozy sendiri tidak masalah dengan pemakaian jilbab, ia bahkan membolehkan pihak Muslimah untuk mengenakannya.taq
Kamis, 25 Juni 2009
Syekh Al-Azhar: Burqa Tidak Wajib
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar